BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Remaja Akhir
Masa
remaja, menurut Mappiare (1982), berlangsung antara umur 12-21 tahun bagi
wanita, dan 13-22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi
dua bagian, yaitu usia 12/13 tahun sampai dengan 17/18 tahun adalah remaja
awal, dan usia 17/18 tahun sampai dengan 21/22 tahun adalah remaja
akhir.
Dari pembagian Mappiare
tersebut, dapat kita simpulkan bahwa “Masa remaja akhir” ialah masa ketika
seseorang individu berada pada usia 17/18 tahun sampai dengan 21/22
tahun. Dimana saat usia ini rata-rata setiap remaja memasuki sekolah menengah
tingkat atas. Ketika remaja duduk dikelas terakhir biasanya orang tua
menganggapnya hampir dewasa dan berada diambang perbatasan untuk memasuki dunia
kerja orang dewasa.
Istilah adolescence atau
remaja, berasal dari bahasa latin Adolescere, yang
artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan”. Perkembangan lebih
lanjut, Istilah Adolescence seperti yang dipergunakan saat ini sesungguhnya
memiliki arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan
fisik. Padangan ini didukung oleh Piaget, yang mengatangan bahwa:
Secara psikologis,
masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa,
usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua
melainkan berada dalam tingkatan yang sama. Sekurang-kurangnya dalam masalah
hak. Integrasi
dalam masalah masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek apektif, kurang lebih
berhubungan dengan masalah puber. Termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok. Transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini
memungkinkan untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang
kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari priode perkembangan ini.
Remaja
sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas, mereka sudah termasuk golongan
anak, tetapi belum juga dapat diterima secara penuh untuk masuk ke golongan
orang dewasa, remaja ada diantara anak dan orang dewasa. Oleh karena itu,
remaja seringkali dikenal dengan fase “mencari jati diri” atau fase “topan dan
badai” remaja masih belum mampu menguasai dan memfungsikan secara maksimal
fisik maupun psikisnya. Dalam masa remaja akhir terjadi keseimbangan tubuh dan
anggota badan, panjang, dan besar yang berimbang.
Menurut Havighurst, tugas
perkembangan adalah tugas-tugas yang harus diselesaikan individu pada fase-fase
atau periode kehidupan tertentu; dan apabila berhasil mencapainya mereka akan
berbahagia, tetapi sebaliknya apabila mereka gagal akan kecewa dan dicela orang
tua atau masyarakat dan perkembangan selanjutnya juga akan mengalami kesulitan.
Ada seperangkat hal yang harus
dimiliki remaja dalam mempersiapkan diri memasuki kehidupan masa dewasa agar
dia memiliki keutuhan pribadi dalam arti yang seluas-luasnya. Dari segi
individu, apa yang harus dimilikinya itu dikaitkan dengan perkembangan pikir,
sikap dan perasaan, kemauan, dan perbuatan nyata.
Tugas-tugas
perkembngan fase remaja akhir diantaranya :
1.
Mencapai
hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya.
2.
Mencapai
peran sosial sebagai pria dan wanita.
3.
Menerima
keadaan fisik dan menggunakannya secara efektif.
4.
Mencapai
kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya.
5.
Mencapai
jaminan kemandirian ekonomi.
6.
Memilih dan
mempersiapkan karier.
7.
Mengembangkan
keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan bagi warga negara.
8. Mencapai
perilaku yang bertanggung jawab secara socia.
9. Memperoleh dan menerapkan seperangkat
nilai sistem etika sebagai petunjuk/pembimbing dalam berperilaku.
Banyak tuntutan dari faktor-faktor
sosial, religius, serta nilai dan norma yang mendorong remaja memikul beban
tugas dan tanggung jawab. Harapan dan tuntutan itulah yang melatarbelakangi
lahirnya tugas-tugas perkembangan remaja, termasuk pada remaja akhir. Secara
sederhana, perkembangan remaja akhir meliputi:
a.
Perkembangan Sosial
Salah satu
tugas perkembangan remaja yang sulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian
sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang
sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa diluar
lingkungan keluarga dan sekolah.
Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa,
remaja harus banyak membuat penyesuaian baru. Yang terpenting dan tersulit
adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, perubahan
dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam
seleksi persahabatan, nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial dan
nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin.
Dalam proses perkembangan sosial,
anak juga dengan sendirinya mempelajari proses penyesuaian diri dengan
lingkungannya, baik dilingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.
Perkembangan sosial individu sangat tergantung pada kemampuan individu untuk menyesuaikan
diri dengan lingkungannya serta keterampilan mengatasi masalah yang
dihadapinya.
Karena remaja lebih banyak berada diluar
rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka dapatlah
dimengerti bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat,
penampilan dan perilaku lebih besar dari pada pengaruh keluarga.
Dan karena keremajaan itu selalu
maju, maka pengaruh kelompok sebaya pun mulai
akan berkurang. Hal ini disebabkan karena ada dua faktor, yaitu:[1]
a.
Sebagian
besar remaja ingin menjadi
individu yang berdiri diatas kaki sendiri, dan ingin dikenal sebagai individu
yang mandiri. Upaya bagi penemuan identitas diri yang tadi sudah dibahas
melemahkan pengaruh kelompok sebaya pada remaja.
b.
Timbul dari
akibat pemilihan sahabat, remaja tidak lagi berminat dalam berbagai kegiatan
seperti pada waktu berada pada masa kanak-kanak. Karena kegiatan sosial kurang
berarti dibandingkan dengan persahabatan pribadi yang lebih erat, maka penagruh
kelompok sosial yang besar menjadi kurang menonjol dibandingkan penagur
teman-teman.
Ada sejumlah karakteristik menonjol
dari perkembangan social remaja, yaitu sebagai berikut:
a.
Berkembanganya
kesadaran akan kesunyian dan dorongan akan pergaulan. Masa remaja bisa disebut sebagai masa sosial, karena
sepanjang masa remaja hubungan sosial semakin tampak jelas dan sangat dominan.
Kesadaran akan kesunyian menyebabkan remaja berusaha mencari kompensasi dengan
mencari hubungan dengan orang lain atau berusaha mencari pergaulan. Penghayatan
kesadaran akan kesunyian yang mendalam dari remaja merupakan dorongan pergaulan
untuk menemukan pernyataan diri akan kemampuan kemandiriannya.
b.
Adanya upaya
memilih nilai-nilai sosial.
Ada
dua kemungkinan yang ditempuh oleh remaja ketika berhadapan dengan nilai-nilai
sosial tertentu, yaitu menyesuaikan diri dengan nilai-nilai tersebut atau tetap
pada pendirian dengan segala akibatnya. Ini berarti
bahwa reaksi terhadap keadaan tertentu akan berlangsung menurut norma-norma
tertentu pula. Bagi remaja yang idealis dan memiliki kepercayaan penuh akan
cita-citanya, menurut norma-norma sosial yang mutlak meskipun segala sesuatu
yang telah dicobanya gagal. Sebaliknya bagi remaja yang bersikap pasif terhadap
keadaan yang dihadapi akan cenderung menyerah atau bahkan apatis. Namun ada
kemungkinan seseorang tidak akan menuntut norma-norma sosial yang demikian
mutlak, tetapi tidak pula menolak seluruhnya.
c.
Meningkatnya
ketertarikan pada lawan jenis.
Masa remaja
sering kali disebut sebagai masa biseksual. Meskipun kesadaran akan lawan jenis
ini berhubungan dengan perkembangan jasmani, tetapi sesungguhnya yang
berkembang secara dominan bukanlah kesadaran jasmani yang berlainan, melainkan
tumbuhnya ketertarikan terhadap jenis kelamin yang lain. Hubungan sosial yang
tidak terlalu menghiraukan perbedaan jenis
kelamin pada masa-masa sebelumnya, kini beralih kearah hubungan social yang
dihiasi perhatian terhadap perbedaan jenis kelamin.
d.
Mulai
cenderung memilih karier tertentu
Sebagaimana
dikatakan oleh Kuhlen bahwa ketika sudah memasuki masa remaja akhir, mulai
tampak kecenderungan mereka untuk memilih karier tertentu meskipun dalam
pemilihan karier tersebut masih mengalami kesulitan. Meskipun
sebenarnya perkembangan karier remaja masih berada pada taraf pencarian karier.
Untuk itu remaja perlu diberikan wawasan karier disertai dengan keunggulan dan
kelemahan masing-masing jenis karier tersebut.
Dalam semua perubahan itu, remaja menyesuikan diri kearang yang lebih
mantap, lebih stabil dan semakin percaya diri yang akan memudahkannya menuju
kedewasaan. Tetapi gambaran positif ini sangat bergantung pada kemampuan remaja
sendiri dalam mengatasi berbagai konflik yang dihadapinya, baik konflik dengan
orang tua atau kelompoknya karena alasan nilai dan norma.[2]
b.
Perkembangan Moral
Istilah moral berasal dari kata latin “mos” (moris), yang berarti
adat istiadat, kebiasaan, peraturan/nilai-nilai atau tatacara kehidupan. Moral
pada dasarnya merupakan rangkaian nilai tentang berbagai macam perilaku yang
harus dipatuhi dan moral merupakan kaidah norma dan pranta yang mengatur
perilaku individu dalam hubungannya dengan kelompok sosial dan masyarakat.[3]
Moral merupakan standar baik buruk yang ditentukan bagi individu olen
nilai-nilai sosial budaya dimana individu sebagai anggota sosial.
Karakteristik yang menonjol dalam perkembangan moral remaja ini adalah
bahwa sesuai dengan tingkat perkembangan kognisi yang mulai mencapai tahapan
berfikir operasional format yaitu mulai mampu berpikir abstrak dan mampu
memcahkan masalah-masalah yang bersifat hipotesis, maka pemikiran remaja
terhadap suatu permasalahan tidak lagi hanya terikat pada waktu, tempat, dan
situasi, tetapi, juga pada sumber moral yang menjadi dasar hidup mereka.[4]
Remaja diharapkan mengganti konsep-konsep moral yang akan berlaku umum dan merumuskanya
dalam kode moral yang akan berfungsi sebagai pedoman bagi perilakunya. Disi ada
lima perubahan dasar dalam moral yang harus dilakukan oleh remaja yaitu:
a.
Pandangan
moral individu makin lama makin menjadi lebih abstrak.
b.
Keyakinan
moral lebih terpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang salah,
keadilan moral sebagai kekuatan moral yang dominan
c.
Penilaian
moral menjadi semakin kognitif.
d.
Penilaian
moral menjadi kurang egosentris
e.
Penilaian
moral secara psikologis menjadi lebih mahal dalam arti bahwa penilaian moral
merupakan bahan emosi dan menimbulkan ketegangan emosi.
Berdasarkan penelitian empiris yang dilakukan oleh Lawrence E. Kohlberg,
tahap-tahapan perkembangan moral dapat dibagi ke dalam tiga tingkatan, yaitu
sebagai berikut:
a.
Tingkat
prakonvensional
Pada tingkat
ini, anak tanggap terhadap aturan-aturan budaya dan ungkapan-ungkapan budaya
mengenai baik dan buruk serta benar dan salah. Namun demikian, semua ini masih
ditafsrikan dari segi akibat fisik atau kenikmatan perbuatan (hukuman,
keuntungan, pertukaragn kebaikan) atau dari segi kekuatan fisik mereka yang
memaklumkan peralihan.
b.
Tingkat
konvensional
Pada tingkat
ini, anak memandang perbuatan itu baik/benar atau berharga bagi dirinya apabila
dapat memenuhi harapan/persetujuan keluarga, kelompok, atau bangsa. Disini
berkembang sikap konformitas, loyalitas, atau penyesuaian diri terhadap
keinginan kelompok, atau aturan sosial masyarakat.
c.
Tingkat
pasca-konvensional
Pada tingkat
ini ada usaha individu untuk mengartikan nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral
yang dapat diterapkan atau dilaksanakan terlepas dari otoritas kelompok,
pendukung atau orang yang memegang/menganut prinsip-prinsip moral tersebut juga
terlepas apakah individu yang bersangkutan termasuk kelompok itu atau tidak.
Perkembangan moral seorang anak banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Anak memperoleh nilai-nilai moral dari lingkungannya, terutama dari orangtuanya. Dia
belajar untuk mengenal nilai-nilai dan berprilaku sesuai dengan nilai-nilai
tersebut. Dalam mengembangkan moral anak, peranan orang tua sangatlah penting,
terutama pada waktu anak masih kecil. Beberapa sikap orang tua yang perlu
diperhatikan sehubugan dengan perkembangan moral anak diantaranya sebagai
berikut:
a.
Konsisten
dalam mendidik anak
b.
Sikap orang
tua dalam keluarga
c.
Penghayatan
dan pengalaman agama yang dianut
d.
Sikap
konsisten orang tua dalam menerapakan norma.
Dalam perkembangan moral ada tahap-tahap yang berlangsung sama pada setiap
kebudayaan, penahapan yang ditemukan bukan mengenai sikap moral yang khusus,
melainkan berlaku pada proses penalaran yang mendasarinya. Makin tinggi tingkat
penalaran sesorang makin tinggi pula tingkat moral seseorang.
c. Pertumbuhan Kelenjar-Kelenjar Seks dan Perkembangan
Seksual
Berbagai
penelitian biologis-psikologis membuktikan bahwa pertumnuhan kelenjar-kelenjar
seks sampai pada taraf matang dicapai pada usia awal remaja akhir, bahkan ada yang
mengalaminya dalam 1-2 tahun sebelum akhir remaja awal. Hal inilah yang menjadi
salah satu faktor penyebab mengapa pertumbuhan atau perubahan kelenjar-kelenjar
seks dalam masa remaja ini kurang menarik perhatian para ahli. Berbagai kajian
biasanya diarahkan pada perkembangan perilaku seksual dibandingkan pada
pertumbuhan kelenjar-kelenjar seks itu sendiri.[5]
Perkembangan perilaku seks remaja akhir merupakan
akibat langsung dari matangnya kelenjar-kelenjar seks. Berakhirnya pertumbuhan
kelenjar-kelenjar seks dalam usia 15/17 tahun, tidak berarti kegiatan kelenjar-kelenjar
tersebut menjadi statis. Pada masa remaja akhir ini, proses produksi
kelenjar-kelenjar seks (gonads) tetap aktif, bahkan sampai masa dewasa
dan masa tua.
Sperma dihasilkan oleh organ seks laki-laki (testis), sedangkan ovum dihasilkan oleh
organ seks wanita (ovaries). Kehidupan
moral remaja yang berkaita dengan pengaruh kuat bekerjanya gonad, sering
menimbulkan konflik dalam diri mereka sendiri. Antara dorongan-dorongan seks
dengan pertimbangan-pertimbangan moral seringkali saling kontradiktif. Karena
disatu sisi, moral dan etika telah den=mikian berkembang, dan di sisi lain
masih adanya dorongan-dorongan seks.
Kehidupan sosial remaja yang menonjol akibat pengaruh
kuat bekerjanya gonad, berkaitan dengan minat-minat yang mengarah pada
pergaulan sosial yang bersifat rekreatif. Banyak aspek positif yang diperoleh
remaja akhir dalam sberbagai aktivitas seperti itu, antara lain mendapatkan
teman baru, menjalin cinta kasih dan masih banyak lagi.[6]
[1]
Muhammad Al-Mighwar, Psikologi Remaja:
Petunjuk bagi Guru dan Orangtua, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), hlm. 124.
0 Response to "Psikologi Remaja Akhir"
Post a Comment