Manfaat pengenalan salah satu tujuan dakwah adalah
pengamalan-pengamalan ajaran-ajaran Islam oleh seseorang atau sekelompok orang
dalam hidup dan kehidupannya.[1]
Untuk merealisasi tujuan tersebut, seorang da’i (juru dakwah) melakukan suatu
kegiatan yaitu penyampaian pesan kepada seseorang atau sekelompok orang, dengan
satu harapan orang atau sekelompok orang tersebut melaksanakan segala isi pesan
yang disampaikan tadi. Dalam konteks ini, seorang da’i harus melihat kepada
siapa pesan tersebut akan disampaikan, dengan kata lain siapa yang menjadi
sasaran dakwahnya. Manakala sasaran dakwah menjadi satu bagian dari suatu
proses penyampaian pesan dakwahnya, maka pengenalan terhadap sasaran dakwah
perlu diperhatikan.
Dakwah suatu kegiatan yang berupaya agar manusia,
seseorang, atau sekelompok orang yang menjadi sasarannya dapat mengenal dan
mengamalkan ajaran-ajaran Islam dalam kehidupannya. Aktivitas pengenalan atau
pengamalanterhadap ajaran-ajaran Islam manusia tidak bisa lepas dan dipisahkan
dari lingkungan dunia sekitarnya di mana ia berada, termasuk juga tidak dapat
lepas dari dunia dirinya. Bagaimana seseorang memahami lingkungannya,
berinteraksi dengan dunia sekitarnya dan bagaimana seseorang melihat dirinya,
bagaimana potensi dirinya juga perkembangannya, semua yang berkenaan dengan
sasaran dakwah harus diketahui oleh seorang da’i. Tanpa adanya pengenalan
tersebut, seorang da’i akan mengalami kesulitan di dalam membuat rencana
efektif untuk mengadakan perubahan sebagaimana yang telah diterapkan. Sulit
kiranyauntuk mengadakan perubahan dengan hasil yang memuaskan manakala seorang
da’i belum mengenal sasaran dakwahnya secara tepat. Dakwah yang benar dan
memperoleh hasil yang maksimal adalah dakwah yang didasarkan pada pengenalan
yang tepat terhadap sasaran dakwahnya. Oleh karena itu pengenalan seorang da’i
terhadap sasaran dakwahnya sangat diperlukan. ‘berbicaralah kepada manusia menurut kadar akal (kecerdasan) mereka masing-masing’.[2]
Medan dakwah
adalah tempat dimana dakwah diadakan (berlangsung). Syarat utama dakwah
sebenarnya hanya dua, yaitu ada da’i dan
ada mad’u. Keduanya saling terkait
dan terikait. Sebagai seorang da’i,
sebelum menyiarkan agama ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Yang
paling utama yaitu mengenal medan berdakwahnya. Bagaimana mad’u nya. Apa yang dibutuhkan oleh mad’u. Seperti apa strategi dakwahnya. Seperti apa sikap dan cara
berdakwahnya. Apa saja hal-hal yang perlu dipersiapkan dalam berdakwah.
Kemudian kendala-kendala apa saja yang biasanya dihadapi oleh da’i ketika berdakwah. Dan bagaimana
caranya untuk bertahan di medan dakwah. Itu semua harus disiapkan oleh para da’i. Sehingga dakwahnya bisa berjalan
dengan sukses.
Siapa mad’u nya,
da’i harus mengetahui dahulu siapa
penerima dakwahnya. Bagaimana latar belakangnya, seperti apa budayanya. Dari
situ da’i akan dengan mudah
menentukan materi yang akan disampaikan dan bagaimana penggunaan bahasa yang
pas untuk mad’u nya, serta umpan
balik apa yang akan diterima da’i oleh
mad’u.
Pemilahan bahasa dalam berdakwah sangat menentukan
keberhasilan seorang da’i dalam
berdakwah. Seorang da’i yang baik
pasti akan bertutur kata yang baik, lemah lembut, rendah hati, dan sabar.
Karena kebenaran tidak bisa disampaikan melalui keangkuhan dan takabbur (merasa
paling tinggi). Sehingga dalam berdakwah haruslah menggunakan kata-kata yang
baik, yang tidak menyinggung atau mendiskriminasi pihak tertentu. Hal tersebut
tercantum dalam firman Allah SWT, QS. Ali-Imran ayat 159 yang artinya, “Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu
berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu
maafkanlah mereka, dan bermusyawarahkan bersama mereka dalam urusan itu.
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya”.
Seorang da’i suatu
ketika pasti berhadapan dengan karakteristik manusia yang berbeda-beda dan
dalam situasi yang berbeda-beda pula. Tingkah laku manusia dipengaruhi oleh
faktor personal atau situasional, faktor internal maupun faktor sosiokultural.
Oleh karena itu pengetahuan tentang karakteristik manusia sangat membantu
tugas-tugas seorang da’i.
Manusia dakwah terdiri dari da’i dan mad’u. Seorang da’i yang juga psikolog berkepentingan
untuk mengetahui bagaimana mad’u memproses
pesan dakwah serta bagaimana cara berpikir dan melihat mereka, dipengaruhi oleh
lambang-lambang yang dimiliki. Pengetahuan tentang karakteristik manusia juga
diperlukan misalnya oleh penyelenggara kegiatan dakwah (yang sebenarnya dapat
masuk kelompok da’i atau mad’u) ketika menentukan siapa da’i yang akan diundang.[3]
Salah satu pusat perhatian Psikologi dakwah adalah
bagaimana dakwah itu bisa dilakukan secara persuasif. Dakwah persuasif adalah
proses mempengaruhi mad’u dengan
pendekatab psikologis, sehingga mad’u mengikuti
ajakan da’i tetapi merasa sedang
melakukan sesuatu atas kehendak sendiri.
Keberhasilan suatu dakwah dimungkinkan oleh berbagai hal.
Pertama, pesan dakwah yang
disampaikan oleh da’i relevan dengan
kebutuhan mad’u. Kedua, faktor pesona
da’i. Ketiga, kondisi psikologis mad’u. Keempat, kemasan dakwah yang
menarik.
Untuk membuat dakwah itu persuasif, seorang da’i harus memiliki kriteria-kriteria
yang dipandang positif oleh masyarakat.[4]Pertama, memiliki kualifikasi akademis
tentang Islam. Kedua, memiliki
konsistensi antara amal dan ilmunya. Ketiga,
santun dan lapang dada. Keempat, bersifat
pemberani. Kelima, tidak mengharap
pemberian orang (‘affal), ‘iffah artinya bersih dari pengharapan
terhadap apa yang ada pada orang lain. Keenam,
Qanaah atau kaya hati. Ketujuh, kemampuan
berkomunikasi. Kedelapan, memiliki
ilmu bantu yang relevan. Kesembilan, memiliki
rasa percaya diri dan rendah hati. Kesepuluh,
tidak kikir ilmu (kitman al-‘ilm),
kesebelas, anggun. Keduabelas, selera
tinggi. Ketigabelas, sabar. Keempatbelas, memiliki nilai lebih.
Modal moral bagi seorang da’i sangat
diperlukan. Yaitu komitmennya kepada Allah dan Rasul, kepada Al-Qur’an dan
Sunnah Rasul, dan kepada kebenaran universal. Da’i yang seperti itulah yang masuk dalam kategori mujahid dakwah.
[1]HM. Kholili, Beberapa
Pendekatan Psikologi dalam Dakwah, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2008),
hlm. 25.
[2]M. Natsir, Fiqhud
Da’wah, (Surakarta:Yayasan Kesejahteraan Pemuda Islam, 1981), hlm. 162
[3]Makmun Khairani, Psikologi Umum, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2013), hlm. 43.
[4]Ibid., hlm. 171.
0 Response to "Mengenal Medan Dakwah"
Post a Comment