Filsafat Hukum Islam

adsense 336x280
Definisi Filsafat Hukum Islam
Kata falsafah berasal dari bahasa Yunani, Philosophia yang berarti cinta kebijaksanaan.Philos berarti cinta, dan Sophia berarti hikmah, kebijaksanaan.Jadi, kata falsafah berarti mencintai atau lebih suka atau keinginan kepada kebijaksanaan.Orangnya disebut filosof, dalam istilah Arab disebut failasuf.Kata Philosophia ini diserap kedalam bahasa Arab menjadi falsafah yang berarti hubbub al-hikmah (cinta kebijaksanaan).
Harun Nasution mengatakan bahwa intisari falsafah adalah berfikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat dalam tradisi dogma dan agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar persoalan.
Hikmah dalam bahasa Arab berarti besi kekang, yaitu besi pengendali binatang.Kata hikmah dalam pengertian kendali dan pengekang manusia yang memilikinya untuk tidak berkehendak, berbuat, dan berbudi pekerja yang rendah dan tercela, melainkan mengendalikannya untuk berbuat dan bertindak serta berperilaku yang benar dan terpuji.
Mustafa Abd al-Raziq, hikmah seperti yang disebut di dalam Al-Qur’an menjadikan orang yang memiliki hikmah sebagai orang yang mulia dan berwibawa.[1]
Hikmah dipahami pula sebagai paham yang mendalam tentang agama. Hikmah dalam berdakwah sebagaimana yang dikehendaki Allah dalam Surat An-Nahl: 125 yang berarti keterangan (burhan) yang kuat dapat menimbulkan keyakinan.
Muhammad Rasyid Ridla, hikmah adalah pengetahuan tentang hakikat sesuatu dan mengenal hakikat apa yang terdapat dalam sesuatu tersebut, mengenai faedah dan manfaatnya.  Pengetahuan tentang hakikat tersebut menjadikan pendorong atau motivasi untuk melakukan perbuatan yang baik dan benar.
Intisari filsafat ialah berfikir secara mendalam tentang sesuatu, mengetahui apa, bagaimna, mengapa, dan nilai-nilai dari sesuatu itu. Intisari hikmah memahami wahyu secara mendalam dengan yang ada pada diri manusia sehingga mendorong orang yang mengetahunya untuk beramal dan bertindak sesuai dengan pengetahuannya itu.
1.      Pemakaian Kata Falsafah dalam kajian Hukum Islam
a.       Fuad Ahwani dan Mustafa Abdul Raziq
Filosof muslim menggunakan kata Hikmah sama dengan kata filsafat, dan kata hakim sama dengan kata filosof.
b.      Fuqoha
Menggunakan kata hikmah untuk makna asrar al-ahkam (rahasia-rahasia hukum).
c.       Hasbi Ash-Shiddiq
Koleksi daya upaya Fuqoha dalam menerapkan syari’at Islam sesuai dengan kebutuhan masyarakat (fiqh).
d.      Amir Syarifuddin
Serangkaian peraturan berdasarkan wahyu Allah dan sunnah Rasul tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan diyakini berlaku dan mengikat untuk semua umat yang beragama Islam (syariah dan fiqh).
2.      Pengertian Filsafat Hukum Islam
Menurut Azhar Basyir, Filsafat Hukum Islam adalah pemikiran secara ilmiah, sistematis, dapat dipertanggungjawabkan dan radikal tentang hukum Islam.
Filsafat Hukum Islam adalah pengetahuan tentang hakikat, rahasia, dan tujuan hukum Islam baik yang menyangkut materinya maupun proses penetapannya.Atau filsafat yang digunakan untuk, memancarkan, menguatkan, dan memelihara hukum Islam sehingga sesuai dengan maksud dan tujuan Allah menetapkannya di muka bumi, yaitu untuk kesejahteraan umat manusia seluruhnya.Dengan filsafat ini maka hukum Islam akan benar-benar cocok sepanjang masa di semesta alam.
Falsafah hukum Islam ialah filsafat yang diterapkan pada hukum Islam.Ia merupakan filsafat khusus tan objeknya tertentu, yaitu hukum Islam. Maka Filsafat Hukum Islam ialah filsafat yang menganalisis hukum Islam secara ilmiah dengan filsafat sebagai alatnya.
Apabila kita mengikuti pendapat Jurjawi bahwa yang dihasilkan oleh ahli fikir adalah filsafat dan yang dihasilkan orang yang mendapat kasyf dari Allah SWT sehingga menemukan kebenaran adlah hikmah.
Adapun pengertian filsafat dari segi terminologis, sebagaimana diungkapkan oleh D.C. Mulder, adalah cara berfikir secara ilmiah. Sedangkan cara berfikir ilmiah mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
-          Menentukan sasaran pemikiran (Gegenstand) tertentu.
-          Bertanya terus sampai batas terakhir sedalam-dalamnya (radikal).
-          Selalu mempertanggung jawabkan dengan bukti-bukti.
-          Harus sistematik.
Setiap kaidah, asas atau mabda’ atau aturan-aturan yang digunakan untuk mengendalikan masyarakat Islam, baik akidah itu merupakan ayat Al-Qur’an, atau pun merupakan Hadits maupun merupakan pendapat sahabat dan thabi’in atau suatu pendapat yang berkembang disuatu masa dalam kehidupan umat Islam atau pada suatu bidang-bidang masyarakat Islam, maka itulah yang kita maksudkan dengan Filsafat Hukum Islam.[2]
Daripadanyalah kita ungkapkan ruh syari’at yang dibawakan Al-Qur’an atau yang diilhamkan ke dalam jiwa ahli-ahli Al-Qur’an, baik dia seorang hakim atau pun seorang mufti.
Al ‘Allamah Mustafa Abdur Raziq dari hasil penelitiannya yang mendalam menandaskan bahwa Falsafah Hukum Islam, ialah Ushulul Ahkam, Qawa-idul Ahkam dan Maqasidul Ahkam.
Mustafa Abdur Raziq mengatakan bahwa Ushul Fiqh adalah suatu cabang dari cabang-cabang Falsafah Islam, di samping Falsafah Tauhid (kalam) dan Tasawwuf.
Jika para orientas menerima bahwa kalam dari suatu cabang Falsafah, maka falsafah yang murni Islam kita ketemukan dalam Ushul Fiqh.
Sungguh terdapat persamaan antara falsafah dengan fiqih, baik dalam manhaj yang ditempuhnya maupun dalam maudhu’nya. Manhaj Fuqaha (Ahli Hukum Islam) bukanlah manhaj para failasuf. Manhaj falsafah adalah manthiq, sedang manhaj fuqaha adalah ushul fiqh. Kita mempelajari falsafah hukum Islam adalah guna mewujudkan hukum Islam sumber yang tak pernah kering bagi undang-undang dunia.
Para ahli ushul telah mewujudkan falsafah tasyri’ yang atas falsafah itulah kita bina hukum. Para ahli fiqh telah berusaha menyingkap falsfah hukum dari materi-materi hukum sendiri. Maka karenanya haruslah kita bagi falsafah hukum Islam kepada dua bagian.[3]Pertama, falsafah tasyri’ yaitu falsafah yang memancarkan hukum Islam atau menguatkannya dan memeliharanya. Kedua, falsafah syari’ah yaitu falsafah yang diungkapkan dari materi-materi hukum Islam, dari ibadat, muamalat, jinayat, ‘uqubat, dan sebagainya.
Falsafah tasyri’ terbagi atas da’a-imul ahkam, maba-diul ahkam, ushulul ahkam (mashadirul ahkam), maqasidul ahkam, dan qawa’idul ahkam. Sedangkan falsafah syari’ah terbagi atas asrarur ahkam, khasaisul ahkam (mazayal ahkam), mahasinul ahkam, dan thawabi’ul ahkam.
Sebagian ahli ushul, menganggap semua falsafah ini sebagai dasar-dasar pembinaan hukum. Karenanya mereka menggunakan istilah tasyri’.
Hukum Islam adakalanya dipetik dari sumber yang tegas lagi qath’i tsubutnya dan dalalahnya, bai dia ayat Al-Qur’an atau pun hadits Rasul, atau pun dipetik dari yang bukan nash tetapi para mujahidin telah berijma’ menetapkan demikian, seprti memberi pusaka kepada nenek yaitu seperenam, kedua-dua macam hukum itu tak dapat kita tentang dan ada kala dipetik dari nash yang dhanni dalalahnya. Dalam bidang ini, para Ulama dapat berijtihad.
Hukum-hukum yang tidak ditunjuki oleh nash, tidak yang qath’i, tidak juga di ijma’i, maka dia hanya merupakan ijtihad perorangan.
Sumber-sumber hukum ada yang disepakati ada yang diperselisihkan, ada yang asli, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah, ada yang tidak asli yang diterima oleh Jumhur Fuqaha, yaitu Ijma’ dan Qiyas dan ada yang diperselisihkan. Yang diperselisihkan ini banyak macamnya, yaitu seperi istihsan,’Uruf, maslahat mursalah, saddud zari’ah dan istishab.



[1] Juhaya S. Praja, Filsafat Hukum Islam, (Bandung: Pusat Penerbitan UNISBA,1995), hlm. 2.
[2]T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Falsafah Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hlm. 36.
[3]Ibid., hlm. 38.
adsense 336x280

0 Response to "Filsafat Hukum Islam"

Post a Comment