Kontekstualisasi Pemikiran Al-Qardhawi

adsense 336x280

Memahami hadis sesuai petunjuk Al-Qur’an[1]

Hadis mengenai tidak adanya nenek-nenek di surga
         
   Di dalam Al-Qur’an Al-Karim, Allah Ta’ala berfirman:
  
           “Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta lagi sebaya umurnya. (Kami ciptakan mereka) untuk golongan kanan.” (QS. Al-Waqi’ah: 35- 38).

v  Imam Al-Baghowi rahimahullah menyebutkan dalam Tafsir-nya terhadap firman Allah ta’ala: “Dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan” dari wanita-wanita tua dunia, Allah ciptakan mereka dalam bentuk baru, setiap kali disetubuhi oleh suami-suami mereka, mereka kembali menjadi perawan.”
v  Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah  berkata dalam Tafsir-nya terhadap firman Allah ta’ala: “Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung” yakni Kami kembalikan mereka pada penciptaan yang lain setelah mereka tua renta, mereka menjadi perawan, penuh cinta lagi sebaya umurnya, yakni penuh cinta kasih kepada suami mereka, bersikap manis, lucu dan cantik menawan. Sebagian mereka mengatakan: ‘uruban’ yakni bersikap genit. Sebagian lain mengatakan: ‘Al-‘Urub’ yakni berbicara dengan baik.”

عَنِ الحسن قَالَ : أَتَتْ عَجُوزٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقَالَتْ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، ادْعُ اللَّهَ أَنْ يُدْخِلَنِي الْجَنَّةَ ، فَقَالَ : ” يَا أُمَّ فُلانٍ ، إِنَّ الْجَنَّةَ لا تَدْخُلُهَا عَجُوزٌ ، قَالَ : فَوَلَّتْ تَبْكِي , فَقَالَ : ” أَخْبِرُوهَا أَنَّهَا لا تَدْخُلُهَا وَهِيَ عَجُوزٌ إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى , يَقُولُ : إِنَّا أَنْشَأْنَاهُنَّ إِنْشَاءً { 35 } فَجَعَلْنَاهُنَّ أَبْكَارًا { 36 } عُرُبًا أَتْرَابًا سورة الواقعة آية 35-37 ” .

» Diriwayatkan dari Al-Hasan rahimahllah, ia menceritakan bahwa ada seorang nenek-nenek menemui Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, lalu berkata: “Wahai Rasulullah, doakan aku kepada Allah agar memasukkan aku ke dalam Surga.”
Maka Rasulullah bersabda: “Wahai Ummu Fulan, sesungguhnya surga itu tidak dimasuki oleh nenek-nenek tua.” Ia (Al-Hasan) berkata: “Maka nenek itu pergi dalam keadaan menangis.” Lalu Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Beritahukan kepada nenek itu, bahwa ia tidaklah masuk ke dalam surga dalam keadaan tua (nenek-nenek).[2]

Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (QS. Al-Waqi’ah: 35- 37). (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, dan dinyatakan SHOHIH dengan Syawahidnya (riwayat-riwayat penguat lainnya) oleh syaikh Al-Albani rahimahullah di dalam Silsilatu Al-Ahadits Ash-Shohihah no.2987).


Hadis-hadis tentang sholat
مَنْ لَمْ تَنْهَهُ صَلاَتُهُ عَنِ اْلفَحْشَاءِ وَ الْمُنْكَرِ لَمْ يَزْدَدْ مِنَ اللهِ إِلاَّ بُعْدًا.
                        “Barangsiapa yang solatnya tidak dapat mencegahnya dari perbuatan keji dan mungkar maka tidak akan bertambah kecuali semakin jauh dengan Allah.
Penjelasan:

Hadis ini adalah batil. Diriwayatkan oleh al-Thabrani dalam Mu’jam al-Kabir, al-Qudha’i dalam Musnad Syihab, Ibn Abi Hatim dari jalan Laits bin Abi Salim dari Thawus dari Ibn Abas secara marfu’. Sisi cacat hadis ini adalah Laits bin Abi Salim. Berkata al-Hafiz Ibn Hajar: “Shaduq namun dia mukhtalith pada akhir hayatnya sehingga hadisnya ditinggalkan.” Apa yang benar hadis ini adalah ucapan Ibn Mas’ud dan Hasan al-Bashri. Dilihat dari sudut yang lain, hadis ini juga lemah dari sisi matannya. Berkata Syeikh al-Albani dalam Silsilah al-Ahadith al-Dha’ifah wa al-Maudhu’ah (no.2):[3]

“Di samping itu matannya pun tidak shahih sebab zahirnya mencakup siapa saaja yang mendirikan solat dengan memenuhi syarat rukunnya. Padahal syarat tetap menghukuminya sebagai yang benar atau sah, sekalipun pelaku sholat tersebut suka melakukan perbuatan yang bersifat maksiat. Jadi tidaklah benar apabila dengannya (yakni solat yang benar) justru akan menjauhkan pelakunya dari Allah. Ini sesuatu yang tidak masuk akal dan tidak pula dibenarkan dalam syariat.”

Kerana itu, Ibn Taimiyyah menakwilkan kata-kata “tidak menambahnya kecuali jauh dari Allah” jika yang ditinggalkannya itu merupakan kewajipan yang lebih agung dari yang dilakukannya. Dan ini berarti pelaku shalat tadi meninggalkan sesuatu sehingga shalatnya tidak sah, seperti rukun-rukun dan syarat-syaratnya. Kemudian, kelihatannya bukanlah solat yang demikian (yakni yang sah dan benar menurut syarak) yang dimaksud dalam hadith mauquf tadi. Dengan demikian jelaslah bahawa hadith tersebut dha’if, baik dari segi sanad mahupun matannya. Wallahua’lam.”



لَوْ خَشَعَ قَلْبُ هَذَا خَشَعَتْ جَوَارِحُهُ. 
“Seandainya hati orang ini khusyuk niscaya akan khusyuk juga anggota badannya.”
Penjelasan:

Hadis ini maudhu’ (palsu). Diriwayatkan al-Baihaqi dalam Sunan al-Baihaqi (2/285). Diriwayatkan juga oleh al-Hakim, al-Tirmidzi dalam Nawadirul Ushul dari jalan Soleh bin Muhammad dari Sulaiman bin Amr dari Ibn ‘Ajlan dari Maqbari dari Abu Hurairah berkata: “Rasulullah melihat seseorang yang bermain-main dengan janggutnya saat (mengerjakan) solat), maka Rasulullah bersabda dengan lafaz di atas.”

Sumber kecacatan hadis ini kerana pada sanadnya terdapat seorang rawi yang bernama Sulaiman bin Amr, dia itu orang yang disepakati atas kelemahannya, bahkan berkata Ibn ‘Adi: “Para ulamak sepakat bahawa dia itu memalsukan hadis.” Apa yang benar bahawa hadis ini adalah ucapan Sa’id bin Musayyib.[4]





                           [1]Yusuf, Al-Qardhawi, Metode Memahami As-Sunnah Dengan Benar, (Jakarta:  Media Dakwah, 1994),  hlm. 148.
                                 [2] Yazid, A., Qasim Koho, Himpunan Hadis-Hadis Lemah Dan Palsu, (Surabaya:  PT. Bina Ilmu, 1977), hlm. 249.
                                                [3] Ibid., hlm. 112.
                                                [4]Ibid., hlm. 262. 
adsense 336x280

0 Response to "Kontekstualisasi Pemikiran Al-Qardhawi "

Post a Comment