Etika Teleologi Dan Contoh Kasusnya

adsense 336x280

Pengertian Teleologi

Teleologi adalah Mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu.Teleologi merupakan sebuah studi tentang gejala-gejala yang memperlihatkan keteraturan, rancangan, tujuan, akhir, maksud, kecenderungan, sasaran, arah, dan bagaimana hal-hal ini dicapai dalam suatu proses perkembangan.

            Dalam arti umum, teleologi merupakan sebuah studi filosofis mengenai bukti perencanaan, fungsi, atau tujuan di alam maupun dalam sejarah. Dalam bidang lain, teleologi merupakan ajaran filosofis-religius tentang eksistensi tujuan dan “kebijaksanaan” objektif di luar manusia .[1]

            Berbeda dengan etika deontologi, etika teleologi justru menilai baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Suatu tindakan dinilai baik jika bertujuan mencapai sesuatu yang baik, atau jika akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu baik. Baik atau buruk nya tindakan mencuri, sebagai contoh, bagi etika teleologi tidak ditentukan oleh tindakan itu sendiri baik atau buruk, melainkan ditentukan oleh tujuan dan akibat dari tindakan itu. Jika tujuannya baik, maka tindakan mencuri dapat dipandang baik.

            Seorang anak yang mencuri uang karena tidak mempunyai cara lain untuk membeli obat bagi ibunya yang sedang sakit parah dalam perspektif etika teleologi dipandang sebagai tindakan yang baik, tetapi jika ia mencuri untuk membeli narkoba atau keperluan tidak mulia lainnya, maka tindakan itu dinilai jahat.

            Contoh dari etika teleology : Setiap agama mempunyai Tuhan dan kepercayaan yang berbeda-beda dan karena itu aturan yang ada di setiap agama pun perbeda-beda .

Tokoh Teori Etika Teleologi

a.    Plato
Pandangan Plato tentang pencapaian hidup yang baik tidak lepas dari teorinya mengenai jiwa dan ide-ide.Untuk mencapai kebahagiaan, jiwa manusia harus sampai kepada dunia ide-ide.Hal ini hanya bisa terjadi dengan cara pengandalan rasio atau akal budi.
b.    Aristoteles
Aristoteles menegaskan "kebahagiaan adalah sesuatu yang final, serba cukup pada dirinya, dan tujuan dari segala tindakan...".Dengan demikian, semua tindakan yang bertujuan untuk membahagiakan orang lain atau diri sendiri dikatakan dapat dikatakan sebagai sebuah tindakan yang baik.
c.    Thomas Aquinas
Filsuf sekaligus teolog Thomas Aquinas menegaskan bahwa Allah adalah "tujuan" dari segala sesuatu.Dengan demikian, segala sesuatu yang berorientasi kepada Allah dikatakan "baik", dan segala sesuatu yang tertuju di luar Allah dikatakan "jahat".[2]

Penggolongan Teori Etika Teleologi

Penggolongan Teori Etika Teleologi dibagi menjadi dua yaitu sebagai berikut :
1)   Egoisme Etis
Egoisme merupakan motivasi untuk mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang hanya menguntungkan diri sendiri. Egoisme berarti menempatkan diri di tengah satu tujuan serta tidak peduli dengan penderitaan orang lain, termasuk yang dicintainya atau yang dianggap sebagai teman dekat. Istilah lainnya adalah “egois”. 
Teori eogisme atau egotisme diungkapkan oleh Friedrich Wilhelm Nietche yang merupakan pengkritik keras utilitarianisme dan juga kuat menentang teori Kemoralan Sosial.Teori egoisme berprinsip bahwa setiap orang harus bersifat keakuan, yaitu melakukan sesuatu yang bertujuan memberikan manfaat kepada diri sendiri.Selain itu, setiap perbuatan yang memberikan keuntungan merupakan perbuatan yang baik dan satu perbuatan yang buruk jika merugikan diri sendiri.
Kata “egoisme” merupakan istilah yang berasal dari bahasa latin yakni ego, yang berasal dari kata Yunani kuno – yang masih digunakan dalam bahasa Yunani modern – ego (yang berarti “diri” atau “Saya”, dan-isme, digunakan untuk menunjukkan sistem kepercayaannya. Dengan demikian, istilah ini secara etimologis berhubungan sangat erat dengan egoisme filosofis.[3]
Inti pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan dirinya sendiri.Disini Egoisme masih dibedakan lagi menjadi dua yaitu Hedonisme dan Eudaimonisme.
Yang dimaksud dengan Hedonisme adalah mencapai suatu tujuan dengan menghalalkan segala cara (mengorbankan hak dan kepentingan orang lain) untuk mendapatkan kenikmatan lahiriah diri sendiri.Dan Eudaimonisme adalah paham teleologis ini menegaskan bahwa tujuan akhir hidup manusia adalah kebahagiaan untuk menyingkirkan penderitaan.
2)      Utilitarianisme
Berasal dari bahasa latinutilis yang berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagaikeseluruhan.Atau dapat disebut juga sebagai teori ‘konsekuensialisme’, kualitasmoral ditentukan oleh konsekuensi atau akibat yangdibawakannya.[4]Jadi, baik atau buruknnya sesuatu berdasarkan berguna atau tidaknya sesuatu bagi diri sendiri maupun orang lain.
Dalam rangka pemikiran utilitarianisme, kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah “the greatest happiness of the greatest number”, kebahagiaan terbesar dari jumlah orang yang terbesar.
Istilah teleologi dikemukakan oleh Christian Wolff, seorang filsuf Jerman abad ke-18.Dalam arti yang umum, Teleologi merupakan sebuah studi filosofis mengenai bukti perencanaan, fungsi, atau tujuan di alam maupun dalam sejarah yang akan dicapai.Dalam dunia etika, Teleologi bisa diartikan sebagai pertimbangan moral akan baik buruknya suatu tindakan yang dilakukan. Namun dengan demikian, tujuan yang baik tetap harus diikuti dengan tindakan yang benar menurut hukum.[5]

Contoh Kasus

Kasus perselingkuhan, ukuran baik buruk dari tindakan pekerja sosial bukan didasarkan kepada kepatuhannya menjalankan prinsip-prinsip etik semata. Namun, juga mempertimbangkan tentang keselamatan orang yang menjadi target balas dendam kilen. Jadi, dalam kasus ini prinsip kerahasiaan dan self-determination tidak selalu dianggap baik karena ditentukan oleh keselamatan orang lain sebagai dampak dari kasus tersebut.(contoh kasus 1)
 Febri merupakan seorang yang berasal dari golongan sangat mampu.Febri mempunyai teman bernama Asep.Asep seorang anak pertama dan berasal dari keluarga tidak mampu, pekerjaan orang tuanya hanyacukup untuk memenuhi kebutuhan perut.Belum lagi saudara Asep banyak berjumlah 4 saudara.Walaupun begitu Asep mempunyai cita-cita tinggi yaitu ingin melanjutkan kuliah di perguruan tinggi ternama di luar negeri.Tetapi sayang, cita-citanya mesti terhalang oleh tingginya biaya yang mesti dikeluarkan.Febri tau hal ini dan ingin memberikan bantuan pada Asep.Tetapi Febri sadar keinginan tersebut terhalang oleh orang tuanya yang tidak bersedia meminjamkan karena keluarganya walaupun sangat mampu tapi sangat pelit.Alhasil, Febri berbohong pada orang tuanya dengan alasan yang Febri buat.Akhirnya Febri diberikan uang. Lalu ia memberi uang tersebut kepada Asep. Asep sangat berterimakasih karena berkat bantuan yang diberikan cita-cita Asep dapat tercapai.Berbohong merupakan perbuatan yang buruk. Tetapi, akibatnya adalah kebaikan, kenapa dikatakan sebagai kebaikan karena berbohong untuk membantu orang yang tidak mampu.(contoh kasus 2)


[1]Dr. Amril M. MA, Etika Islam;Telaah Pemilkiran Filsafat Moral Raghib Al-Ishafani, Cet.1 (Pekanbaru:Pustaka Pelajar, 2002).

[2]http://initugasku.wordpress.com /2010/03/03/sekilas-teori-etika/, terunduh Kamis 21 April 2016 pukul 07.46 WIB.
[3]Fu’ad Farid Ismail & Abdul Hamid Mutawalli, Cara Mudah Belajar Filsafat : Barat Dan Islam, cet . I (Jogjakarta, IRCiSoD, 2012).

adsense 336x280

0 Response to "Etika Teleologi Dan Contoh Kasusnya"

Post a Comment