Pengertian Teleologi
Teleologi adalah Mengukur baik buruknya suatu tindakan
berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan
akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu.Teleologi merupakan sebuah studi
tentang gejala-gejala yang memperlihatkan keteraturan, rancangan, tujuan, akhir,
maksud, kecenderungan, sasaran, arah, dan bagaimana hal-hal ini dicapai dalam
suatu proses perkembangan.
Dalam
arti umum, teleologi merupakan sebuah studi filosofis mengenai bukti
perencanaan, fungsi, atau tujuan di alam maupun dalam sejarah. Dalam bidang
lain, teleologi merupakan ajaran filosofis-religius tentang eksistensi tujuan
dan “kebijaksanaan” objektif di luar manusia .[1]
Berbeda
dengan etika deontologi, etika teleologi justru menilai baik buruknya suatu
tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau
berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Suatu tindakan
dinilai baik jika bertujuan mencapai sesuatu yang baik, atau jika akibat yang
ditimbulkan oleh tindakan itu baik. Baik atau buruk nya tindakan mencuri,
sebagai contoh, bagi etika teleologi tidak ditentukan oleh tindakan itu sendiri
baik atau buruk, melainkan ditentukan oleh tujuan dan akibat dari tindakan itu.
Jika tujuannya baik, maka tindakan mencuri dapat dipandang baik.
Seorang
anak yang mencuri uang karena tidak mempunyai cara lain untuk membeli obat bagi
ibunya yang sedang sakit parah dalam perspektif etika teleologi dipandang sebagai
tindakan yang baik, tetapi jika ia mencuri untuk membeli narkoba atau keperluan
tidak mulia lainnya, maka tindakan itu dinilai jahat.
Contoh
dari etika teleology : Setiap agama mempunyai Tuhan dan kepercayaan yang
berbeda-beda dan karena itu aturan yang ada di setiap agama pun perbeda-beda .
Tokoh Teori Etika Teleologi
a. Plato
Pandangan Plato tentang pencapaian hidup yang
baik tidak lepas dari teorinya mengenai jiwa dan ide-ide.Untuk mencapai
kebahagiaan, jiwa manusia harus sampai kepada dunia ide-ide.Hal ini hanya bisa
terjadi dengan cara pengandalan rasio atau akal budi.
b. Aristoteles
Aristoteles menegaskan "kebahagiaan
adalah sesuatu yang final, serba cukup pada dirinya, dan tujuan dari segala
tindakan...".Dengan demikian, semua tindakan yang bertujuan untuk
membahagiakan orang lain atau diri sendiri dikatakan dapat dikatakan sebagai
sebuah tindakan yang baik.
Filsuf sekaligus teolog Thomas Aquinas
menegaskan bahwa Allah adalah "tujuan" dari segala sesuatu.Dengan demikian, segala sesuatu yang berorientasi kepada Allah
dikatakan "baik", dan segala sesuatu yang tertuju di luar Allah
dikatakan "jahat".[2]
Penggolongan Teori Etika Teleologi
Penggolongan Teori Etika Teleologi dibagi
menjadi dua yaitu sebagai berikut :
1)
Egoisme Etis
Egoisme
merupakan motivasi untuk mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang hanya
menguntungkan diri sendiri. Egoisme berarti menempatkan diri di tengah satu
tujuan serta tidak peduli dengan penderitaan orang lain, termasuk yang
dicintainya atau yang dianggap sebagai teman dekat. Istilah lainnya adalah
“egois”.
Teori
eogisme atau egotisme diungkapkan oleh Friedrich Wilhelm Nietche yang merupakan
pengkritik keras utilitarianisme dan juga kuat menentang teori Kemoralan
Sosial.Teori egoisme berprinsip bahwa setiap orang harus bersifat keakuan,
yaitu melakukan sesuatu yang bertujuan memberikan manfaat kepada diri
sendiri.Selain itu, setiap perbuatan yang memberikan keuntungan merupakan
perbuatan yang baik dan satu perbuatan yang buruk jika merugikan diri sendiri.
Kata “egoisme” merupakan istilah yang berasal dari bahasa latin yakni ego,
yang berasal dari kata Yunani kuno – yang masih digunakan dalam bahasa Yunani
modern – ego (yang berarti “diri” atau “Saya”, dan-isme, digunakan untuk
menunjukkan sistem kepercayaannya. Dengan demikian,
istilah ini secara etimologis berhubungan sangat erat dengan egoisme filosofis.[3]
Inti pandangan egoisme
adalah bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar
pribadi dan memajukan dirinya sendiri.Disini Egoisme masih dibedakan lagi
menjadi dua yaitu Hedonisme dan Eudaimonisme.
Yang dimaksud dengan
Hedonisme adalah mencapai suatu tujuan dengan menghalalkan segala cara
(mengorbankan hak dan kepentingan orang lain) untuk mendapatkan kenikmatan
lahiriah diri sendiri.Dan Eudaimonisme adalah paham teleologis ini menegaskan
bahwa tujuan akhir hidup manusia adalah kebahagiaan untuk menyingkirkan
penderitaan.
Berasal dari bahasa latinutilis yang berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan
adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja
satu dua orang melainkan masyarakat sebagaikeseluruhan.Atau dapat disebut juga
sebagai teori ‘konsekuensialisme’, kualitasmoral ditentukan oleh konsekuensi
atau akibat yangdibawakannya.[4]Jadi, baik atau buruknnya sesuatu berdasarkan berguna
atau tidaknya sesuatu bagi diri sendiri maupun orang lain.
Dalam
rangka pemikiran utilitarianisme, kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu
perbuatan adalah “the greatest happiness of the greatest number”,
kebahagiaan terbesar dari jumlah orang yang terbesar.
Istilah teleologi dikemukakan oleh Christian Wolff, seorang
filsuf Jerman abad ke-18.Dalam
arti yang umum, Teleologi merupakan sebuah studi filosofis mengenai bukti
perencanaan, fungsi, atau tujuan di alam maupun dalam sejarah yang akan
dicapai.Dalam dunia etika, Teleologi bisa diartikan sebagai pertimbangan moral
akan baik buruknya suatu tindakan yang dilakukan. Namun dengan demikian, tujuan yang baik tetap
harus diikuti dengan tindakan yang benar menurut hukum.[5]
Contoh Kasus
Kasus perselingkuhan,
ukuran baik buruk dari tindakan pekerja sosial bukan didasarkan kepada
kepatuhannya menjalankan prinsip-prinsip etik semata. Namun, juga
mempertimbangkan tentang keselamatan orang yang menjadi target balas dendam
kilen. Jadi, dalam kasus ini prinsip kerahasiaan dan self-determination tidak
selalu dianggap baik karena ditentukan oleh keselamatan orang lain sebagai
dampak dari kasus tersebut.(contoh kasus 1)
Febri merupakan seorang yang berasal dari
golongan sangat mampu.Febri mempunyai teman bernama Asep.Asep seorang anak
pertama dan berasal dari keluarga tidak mampu, pekerjaan orang tuanya
hanyacukup untuk memenuhi kebutuhan perut.Belum lagi saudara Asep banyak berjumlah 4 saudara.Walaupun begitu Asep mempunyai cita-cita
tinggi yaitu ingin melanjutkan kuliah di perguruan tinggi ternama di luar
negeri.Tetapi sayang, cita-citanya mesti terhalang oleh tingginya biaya yang
mesti dikeluarkan.Febri tau hal ini dan ingin memberikan bantuan pada
Asep.Tetapi Febri sadar keinginan tersebut terhalang oleh orang tuanya yang
tidak bersedia meminjamkan karena keluarganya walaupun sangat mampu tapi sangat
pelit.Alhasil, Febri berbohong pada orang tuanya dengan alasan yang Febri
buat.Akhirnya Febri diberikan uang. Lalu ia memberi uang tersebut kepada Asep. Asep
sangat berterimakasih karena berkat bantuan yang diberikan cita-cita Asep dapat
tercapai.Berbohong merupakan perbuatan yang buruk. Tetapi, akibatnya adalah
kebaikan, kenapa dikatakan sebagai kebaikan karena berbohong untuk membantu
orang yang tidak mampu.(contoh kasus 2)
[1]Dr.
Amril M. MA, Etika Islam;Telaah Pemilkiran Filsafat Moral Raghib Al-Ishafani,
Cet.1 (Pekanbaru:Pustaka
Pelajar, 2002).
[2]http://initugasku.wordpress.com
/2010/03/03/sekilas-teori-etika/, terunduh Kamis 21 April 2016 pukul 07.46 WIB.
[3]Fu’ad Farid Ismail & Abdul Hamid
Mutawalli, Cara Mudah Belajar Filsafat : Barat Dan Islam, cet . I
(Jogjakarta, IRCiSoD, 2012).
[4]http://narara.wordpress.com/2011/11/29/pengertian-teoleologi-dan-deontologi/, terunduh Kamis 21 April 2016 pukul 07.46
WIB.
[5]http://narara.wordpress.com/2011/11/29/pengertian-teoleologi-dan-deontologi/, terunduh Kamis 21 April 2016 pukul 07.46
WIB.
0 Response to "Etika Teleologi Dan Contoh Kasusnya"
Post a Comment