Pengertian Deontologi
Istilah “Deontologi” berasal dari kata Yunani yang
berarti “kewajiban” (Deon)[1]
atau keharusan. Oleh karena itu etika deontologi menekankan kewajiban manusia
untuk bertindak secara baik. Menurut perspektif deontologi, suatu tindakan itu
baik bukanlah dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibat atau tujuan baik dari
tindakan itu, melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri sebagai baik menurut
dirinya sendiri. Maka tindakan itu bernilai moral/etis karena tindakan itu
dilaksanakan berdasarkan kewajiban.
Atas dasar pandangan demikian, etika deontologi sangat
menekankan pentingnya motif, kemauan baik, kesadaran dan watak yang kuat dari
para pelaku, terlepas dari akibat yang timbul dari perilaku para pelaku itu.[2]
Deontologi menekankan kewajiban manusia untuk bertindak
secara baik. Jadi, etika Deontologi
yaitu tindakan dikatakan baik bukan karena tindakan itu mendatangkan
akibat baik, melainkan berdasarkan tindakan itu baik untuk dirinya sendiri.
Sejalan dengan itu, menurut etika deontologi, suatu
tindakan dinilai baik atau buruk berdasarkan apakah tindakan itu sesuai atau
tidak dengan kewajiban. Karena bagi etika deontology yang menjadi dasar
baik buruknya perbuatan adalah kewajiban. Pendekatan deontologi sudah diterima
dalam konteks agama, sekarang merupakan juga salah satu teori etika yang
terpenting.
Dengan kata lain,
suatu tindakan dianggap baik karena tindakan itu memang baik pada dirinya
sendiri, sehingga merupakan kewajiban yang harus kita lakukan. Sebaliknya,
suatu tindakan dinilai buruk secara moral sehingga tidak menjadi kewajiban
untuk kita lakukan. Bersikap adil adalah tindakan yang baik, dan sudah
kewajiban kita untuk bertindak demikian. Sebaliknya, pelanggaran terhadap hak
orang lain atau mencurangi orang lain adalah tindakan yang buruk pada dirinya
sendiri sehingga wajib dihindari. Salah satu tokoh terkenal dari teori ini adalah
Immanuel Kant (1734-1804) seorang filsuf Jerman abad 18.
Bagi Kant, Hukum Moral ini dianggapnya sebagai perintah
tak bersyarat (imperatif kategoris), yang berarti hukum moral ini berlaku bagi
semua orang pada segala situasi dan tempat.Perintah Bersyarat adalah perintah
yang dilaksanakan kalau orang menghendaki akibatnya, atau kalau akibat dari
tindakan itu merupakan hal yang diinginkan dan dikehendaki oleh orang tersebut.
Perintah Tak Bersyarat adalah perintah yang dilaksanakan begitu saja tanpa syarat
apapun, yaitu tanpa mengharapkan akibatnya, atau tanpa mempedulikan apakah
akibatnya tercapai dan berguna bagi orang tersebut atau tidak.
1.
Tidak ada
didunia yg dianggap baik kecuali kemauan baik. Kepandaian bisa merugikan kalau
tidak didasarkan pada kemauan baik.
2.
Tindakan yg
baik adalah tidak saja sesuai kewajiban, melainkan tindakan tindakan yg
dijalankan demi kewajiban.
Dengan
demikian, etika deontologi sama sekali tidak mempersoalkan akibat dari tindakan
tersebut, baik atau buruk. Akibat dari suatu tindakan tidak pernah
diperhitungkan untuk menentukan kualitas moral suatu tindakan. Hal ini akan
membuka peluang bagi subyektivitas dari rasionalisasi yang menyebabkan kita
ingkar akan kewajiban-kewajiban moral. Etika deontologi menekankan pentingnya
motivasi, kemauan baik dan watak yg kuat dari para pelaku.[3]
Konsep Deontologi
a)
Sistem etika ini hanya menenkankan suatu
perbuatan di dasarkan pada wajib tidaknya kita melakukan perbuatan itu.
b)
Yang disebut baik dalam arti sesungguhnya hanyalah
kehendak yang baik, semua hal lain di sebut baik secara terbatas atau dengan
syarat. Contohnya: kesehatan, kekayaan, intelegensia, adalah baik jika digunakan dengan baik oleh kehendak
manusia. Tetapi jika digunakan oleh kehendak jahat, semua hal itu menajdi jahat
sekali.
c)
Kehendak menjadi baik, jika bertindak karena
kewajiban. Kalau perbuatandilakukan dengan suatu maksud atau motif lain,
perbuatan itu tidak bisa disebut baik, walaupun perbuatan itu suatu
kecendrungan atau watak baik.
d)
Perbuatan dilakukan berdasarkan kewajiban,
bertindak sesuai dengan kewajiban si sebut legalitas. Dengan legalitas kita
memenuhi norma hukum.[4]
Prinsip Etika
Deontologi
Ada
tiga prinsip yg harus dipenuhi :
Ø
Supaya tindakan punya nilai moral, tindakan
ini harus dijalankan berdasarkan kewajiban.
Ø
Nilai moral dari tindakan ini tidak
tergantung pada tercapainya tujuan dari tindakan itu melainkan tergantung pada
kemauan baik yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan itu, berarti
kalaupun tujuan tidak tercapai, tindakan itu sudah dinilai baik.
Ø
Sebagai konsekuensi dari kedua prinsip ini,
kewajiban adalah hal yang niscaya dari tindakan yang dilakukan berdasarkan
sikap hormat pada hukum moral universal.[5]
Contoh Kasus
A(laki-laki) dengan B(perempuan) telah menikah selama
lima tahun. Keduanya belum memiliki anak, dan entah karena masalah keturunan
ataupun yang lain. Dalam perjalanan pernikahan keduanya, diduga si B selingkuh
dengan C(laki-laki). Si A mengetahui perselingkuhan tersebut. Dan ia merasa
marah dan gusar, sehingga si A konsultasi dengn pekerja sosial. Karena sengan
membenci si C, A sempat berkata kepada pekerja sosial, “apabila suatu saat saya
bertemu dengan C, saya akan membunuh dia.” Dalam pekerjaan sosial, mejaga
kerahasiaan(confidentiality) dan menghargai keputusan klien(self determination)
adalah suatu prinsip etik yang harus ditegakkan. Oleh karenanya, menurut etika
deontologi pekerja sosial wajib menjaga rahasia keluarga tersebut dan memberika
keleluasaan kepada klien untuk berbuat sesuai keputusan klien sendiri(membunuh
si C). Baik buruk tindakan berdasarkan etika doentologi bukan didasarkan kepada
akibat perbuatan tersebut yang dapat membahayakan nyawa manusia lainnya. Tetapi
perbuatan itu sendiri, yakni pekerja sosial menerapkan prinsip kerahasiaan dan
self determination.[6]
Dalam pekerjaan sosial, menjaga kerahasiaan dan
menghargai keputusan klien adalah suatu
prinsip etik yang harus ditegakkan. Menurut etika deontologi pekerja sosial
menjaga rahasia keluarga tersebut dan memberikan keleluasaan kepada kilen untuk
mengambil keputusannya sendiri. Baik
atau buruknya tindakan berdasarkan etika deontologi bukan didasarkan kepada akibat
dari perbuatan tersebut yang dapat menbahayakan nyawa orang lain. Tetapi
perbuatan itu sendiri, yakni pekerja sosial menerapkan prinsip kerahasiaan dan
self determination(mengharagai keputusan klien). Jadi, apabila seseorang
melakukan kebaikan tidak didasarkan kepada kewajiban, maka perbuatan tersebut
tidak bisa dinilai baik.
[2]http://sinatryaji.blogspot.com/2013/11/pengertian-etika-prinsip-prinsip-etika.html diakses
tanggal 16 April 2016, pukul 10.50
[3]http://ekaapradana.blogspot.com/2013/10/teori-etika-deontologi.html, terunduh Kamis 21 April 2016 pukul 07.50
WIB.
[4]http://stiebanten.blogspot.com/2012/03/etika-deontologis-immanuel-kant.html, terunduh Sabtu 16 April 2016 pukul 14.50
WIB.
[5]http://taufikrahmatullah.wordpress.com/2012/12/22/etika-deontologi/ diakses
tanggal 16 April 2016 pukul 11.15
0 Response to "Etika Deontologi Dan Contoh Kasusnya"
Post a Comment