Masalah dan Prospek Pendekatan Sosiologi
Ketiga pendekatan sosiologi (struktural-fungsional,
konflik dan intraksionisme-simbolis) yang telah disebutkan pada bagian
terdahulu, adalah pendekatan sosiologi kontemporer yang dibina dengan objek
masyarakat barat, karenanya pendekatan tersebut tidak bersifat universal.
Pemikiran barat bukan saja jauh dari dan kerap kali bertentangan dengan
persepsi-persepsi lokal dalam masyarakat-masyarakat non-Barat, tetapi juga
tidak mampu menjelaskan problem yang dewasa ini dihadapi oleh
masyarakat-masyarakat ini.
Tidak sedikit contoh tentang kelemahan dalam sosiologi
ini. Misalnya teori tentang kejahatan dan pelanggaran serta penyimpangan yang
didasarkan pada pengalaman-pengalaman dan penelitian-penelitian di pusat kota New York dan Chicago , tidak menjelaskan masalah kejahatan dan
penyimpangan yang ada di Uni Soviet , Pakistan , Mesir ,
Indonesia dan
masyarakat-masyarakat serupa lainnya.[1]
Upaya-upaya sosialisasi modern untuk menjelaskan
stratifikasi sosial, perkawinan dan keluarga, juga dapat dikatakan tidak
memadai untuk menerangkan masyarakat-masyarakat non-Barat. Jika diperhatikan lebih dekat, akan
ditemukan banyak perbedaan dalam pendekatan-pendekatan yang dianut dikalangan
sosiolog-sosiolog satu negara barat dan negara barat lainnya.
Memang telah ada upaya-upaya
untuk meredakan perbedaan-perbedaan sosiologis antara satu negara barat dengan
negara barat lainnya. Perbedaan-perbedaan ini bisa dihilangkan dengan interaksi
yang lebih akrab antara para sosiolog eropa dan Amerika, tetapi akan tetap
dirasakan adanya kenyataan yang janggal bahwa pendekatan-pendekatan sosiologis
barat didasarkan pada asumsi-asumsi dan penelitian-penelitian yang asing bagi
realitas sosial di masyarakat non-barat.
Bila dialihkan perhatian, dari
masyarakat barat pada umumnya, ke masyarakat muslim atau wilayah yang
berkebudayaan Islam pada khususnya, maka akan terlihat bahwa studi sistematis
mengenai Islam merupakan suatu bidang yang benar-benar tidak diperdulikan dalam
sosiologi. Nyaris tidak satu pun studi sosiologis tentang Islam dan
masyarakat-masyarakat muslim.[2]
Dalam hal ini hendaknya semua
orang yang menaruh minat pada pengembangan teori prilaku sosial muslim, memulai
dengan melihat pendidikan ilmu sosial modern mereka dari sudut asumsi-asumsi
al-Qur’an tentang manusia, dan dalam kaitannya dengan sejumlah karya sejarah
dan hukum yang ditulis oleh para ulama muslim di masa silam dan kini.
Signifikasi dan Kontribusi
Pendekatan Sosiologi dalam Studi Islam
Pendekatan sosiologi dalam
studi Islam, kegunaannya sebagai metodologi untuk memahami corak dan
stratifikasi dalam suatu kelompok masyarakat, yaitu dalam dunia ilmu
pengetahuan, makna dari istilah pendekatan sama dengan metodologi, yaitu sudut
pandang atau cara melihat atau memperlakukan sesuatu yang menjadi perhatian
atau masalah yang dikaji.[3] Selain itu, makna metodologi juga
mencakup berbagai teknik yang digunakan untuk memperlakukan penelitian atau
pengumpulan data sesuai dengan cara melihat dan memperlakukan sesuatu
permasalahan atau teknik-teknik penelitian yang sesuai dengan pendekatan
tersebut.
Kegunaan yang berkelanjutan
ini adalah untuk dapat mengarahkan dan menambah keyakinan-keyakinan ke-Islaman
yang dimiliki oleh kelompok masyarakat tersebut sesuai dengan ajaran agama
Islam tanpa menimbulkan gejolak dan tantangan antara sesama kelompok
masyarakat. Seterusnya melalui pendekatan sosiologi ini dalam studi Islam,
diharapkan pemeluk agama Islam dapat lebih toleran terhadap berbagai aspek
perbedaan budaya lokal dengan ajaran agama Islam itu sendiri.
Melalui pendekatan sosiologi
sebagaimana tersebut diatas terlihat dengan jelas hubungan agama Islam dengan
berbagai masalah sosial dalam kehidupan kelompok masyarakat, dan dengan itu
pula agama Islam terlihat akrab fungsional dengan berbagai fenomena kehidupan
sosial masyarakat.
Dari sisi lain terdapat pula
signifikasi pendekatan Islam dalam sosiologi, salah satunya adalah dapat
memahami fenomena sosial yang berkenaan dengan ibadah dan muamalat. Pentingnya
pendekatan sosiologis dalam memahami agama dapat dipahami karena banyak sekali
ajaran agama yang berkaitan dengan masalah sosial. Besarnya perhatian agama
terhadap masalah sosial ini, selanjutnya mendorong agamawan memahami ilmu-ilmu
sosial sebagai alat memahami agamanya. Dalam bukunya yang berjudul Islam
alternatif. Jalaluddin Rahmat telah menunjukkan betapa besarnya perhatian agama
yang dalam hal ini adalah Islam terhadap masalah sosial, dengan mengajukan lima
alasan[4] sebagai berikut:
Pertama dalam
al-Qur’an atau kitab Hadis, proporsi terbesar kedua sumber hukum Islam itu
berkenaan dengan urusan muamalah. Sedangkan menurut Ayatullah Khoemeini dalam
bukunya al-Hukumah al-Islamiyah yang dikutip oleh Jalaluddin Rahmat
dikemukakan bahwa perbandingan antara ayat-ayat ibadah dan ayat-ayat yang
menyangkut kehidupan sosial adalah satu berbanding seratus. Artinya untuk satu
ayat ibadah, ada seratus ayat muamalah (masalah sosial).
Kedua bahwa
ditekankannya masalah muamalah atau sosial dalam Islam ialah adanya kenyataan
bahwa bila urusan ibadah bersamaan waktunya dengan urusan muamalah yang
penting, maka ibadah boleh diperpendek atau ditangguhkan (bukan ditinggalkan)
melainkan tetap dikerjakan sebagaimana mestinya.
Ketiga bahwa ibadah
yang mengandung segi kemasyarakatan diberi ganjaran lebih besar dari ibadah
yang bersifat perseorangan. Karena itu shalat yang dilakukan secara berjamaah
dinilai lebih tinggi nilainya daripada shalat yang dikerjakan sendirian dengan
ukuran satu berbanding dua puluh tujuh derajat.
Keempat dalam Islam
terdapat ketentuan bila urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau batal,
karena melanggar pantangan tertentu, maka kifaratnya ialah melakukan sesuatu
yang berhubungan dengan masalah sosial. Bila puasa tidak mampu dilakukan
misalnya, maka jalan keluarnya; dengan membayar fidyah dalam bentuk memberi
makan bagi orang miskin.
Kelima dalam Islam
terdapat ajaran bahwa amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapat ganjaran
lebih besar dari pada ibadah sunnah. [5]
Demikian sebaliknya sosiologi memiliki kontribusi dalam bidang
kemasyarakatan terutama bagi orang yang berbuat amal baik akan mendapatkan
status sosial yang lebih tinggi ditengah-tengah masyarakat, secara langsung hal
ini berhubungan dengan sosiologi.
Berdasarkan pemahaman ke lima
alasan di atas, maka melalui pendekatan sosiologis, agama akan dapat dipahami
dengan mudah, karena agama itu sendiri diturunkan untuk kepentingan sosial.
Dalam al-Qur’an misalnya dijumpai ayat-ayat berkenaan dengan hubungan manusia
dengan manusia lainnya, sebab-sebab yang menyebabkan terjadinya kemakmuran
suatu bangsa dan sebab-sebab yang menyebabkan terjadinya kesengsaraan. Semua
itu hanya baru dapat dijelaskan apabila yang memahaminya mengetahui sejarah
sosial pada ajaran agama itu diturunkan.[6]
0 Response to "Apa Itu Sosiologi (Part 3)"
Post a Comment