By: Nadya Nur Aisyah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pentingnya Menjadi
Anggota IPSPI
Ikatan
Pekerja Sosial Profesional (IPSPI) adalah sebuah lembaga atau wadah dimana para
pekerja sosial profesional bisa bersama-sama membahas isu-isu masalah yang ada
di Indonesia. Isu-isu yang ada dewasa ini sangat beragam, masalah sosial
menjadi permasalahan yang tak kunjung usai di Negeri ini. Inilah saatnya peran
pekerja sosial untuk melaksanakan tugasnya menangani masalah sosial.
Peksos
yang diwawancarai penulis merupakan anggota dari IPSPI. Menurut peksos, menjadi
anggota IPSPI penting dilakukan sebagai sarana untuk mengembangkan keahlian dan
pengetahuan dalam menangani kasus yang dihadapi. Dengan kemampuan, keahlian,
serta pengetahuan menjadikan seorang peksos sebagai orang yang paling tepat
untuk menangani dan memberikan solusi terhadap suatu masalah.
Menurut
peksos, dengan menjadi anggota IPSPI juga bisa dijadikan batu loncatan untuk
bisa sertifikasi. Syarat terpenting untuk bisa sertifikasi adalah dengan
menempuh pendidikan pekerjaan sosial. Orang yang bukan lulusan pendidikan
pekerjaan sosial tidak akan bisa menjadi pekerja sosial profesional. Apabila ada
masyarakat yang tidak menempuh pendidikan formal pekerjaan sosial lalu ingin
menjadi peksos, maka orang tersebut hanya sebagai relawan saja, bukan pekerja
sosial.
Keanggotaan IPSPI ada masa berlakunya,
jadi perlu untuk pendaftaran keanggotaan kembali apabila masa berlakunya telah
usai. Berdasarkan penuturan peksos, keuntungan setelah menjadi anggota IPSPI
adalah mendapatkan kelegaan karena peksos telah
diakui sebagai profesi yang sah secara hukum.
B.
Implementasi Kode Etik Profesi Pekerjaan Sosial
Sebagai seorang peksos maka pemahaman mengenai kode
etik menjadi sesuatu yang sangat
penting. Menurut Pak Fauzan, kode etik itu harus dipegang karena itu adalah
dasar pekerja sosial dalam bekerja dan menangani masalah klien. Dalam menangani
masalah klien, seorang peksos jangan langsung melakukan judgement pada
klien.
Sebagai
seorang peksos kita tidak boleh langsung mengdili klien. Peksos harus melakukan
pendekatan-pendekatan untuk bisa mengetahui masalah yang sedang dihadapi klien.
Seorang peksos harus mendekati keluarga atau orang terdekat klien untuk
mendapatkan informasi mengenai klien.
Menurut
penuturan Pak Fauzan, dalam menjalankan pekerjaannya seorang peksos harus
melandasinya dengan kode etik. Hal tersebut dimaksudkan agar klien percaya
dengan kemampuan peksos dalam menangani masalah yang dihadapi. Perlu adanya
pengembangan kode etik dalam praktik yang sesungguhnya, begitu tuturnya. Pak
Fauzan juga mengakui bahwa ia tidak secara keseluruhan mempraktikkan kode etik
yang ada.
Prinsip
dalam menyelesaikan permasalahan klien, peksos harus mempunyai niat yang baik
untuk menyelesaikan sebuah kasus tanpa tendensi apapun bukan karena
paksaan,bukan karena tuntutan melainkan karena hati yang menginginkan untuk
membantu, tutur Bapak Fauzan. Jangan menganggap pekerjaan sosial sebagai beban
karena itu merupakan pekerjaan yang mulia.
Peksos dalam
menerapkan prinsip self determination. Bapak Fauzan menuturkan, keputusan klien harus kita serahkan
kepada klien sendiri. Kita hanya memberikan pandangan-pandangan apabila begini
maka hasilnya akan begini dan semacamnya. Jangan sampai kita sebagai pekerja
sosial memaksakan kehendak kita kepada klien.
Dalam praktiknya, terkadang keinginan
serta pandangan klien berbeda dengan peksos. Menurut Bapak Fauzan, selama pola
pikir/pandangan klien itu tidak menimbulkan permasalahan baru maka hal itu tidak masalah tetapi apabila
pandangan itu mengarah pada hal yang buruk maka kita sebagai peksos jangan
langsung menyalahkan klien. Kita amati dulu dan kita telaah lalu kita berikan
pemahaman yang baik kepada klien bahwa hal tersebut tidak baik untuk dilakukan.
Dengan seperti itu, klien akan berpikir ulang akan tindakan apa yang harus ia
lakukan.
Sebagai peksos, Bapak Fauzan mengakui
bahwa keamanannya tidak ada yang menjamin. Beliau menceritakan pengalamannya
menangani kasus pemukulan anak yang dilakukan oleh temannya. Kasus tersebut
bermula dari bapak anak tersebut tidak terima atas apa yang telah dialami
anaknya, kemudian ia melaporkan kejadian itu pada polisi. Polisi kemudian
menghubungi Pak Fauzan untuk menangani kasus tersebut.
Kemudian Pak Fauzan terjun ke
lapanganan, tanpa sepengetahuannya ternyata bapak sang anak itu agak terganggu
jiwanya (kadang sadar kadang tidak sadar). Ia adalah seorang polisi yang
dicabut pekerjaannya karena kondisinya itu. Dalam menangani kasus ini, pak
Fauzan mengakui ketakutannya untuk menyelesaikan kasus ini, ia memberanikan
diri untuk menanganinya.
Untuk menghadapi hal seperti ini, yang
perlu dilakukan adalah meredam emosi dari bapak, mengatakan yang baik-baik
tanpa menyinggung perasaan agar klien bisa berpikir positif. Hal tersebut
dimaksudkan agar pemecahan masalah dapat tercapai. Begitulah pengalaman yang
pernah Pak Fauzan alami berkaitan dengan keamanan peksos saat terjun ke
lapangan.
Ditanya mengenai bagaimana tindakan
peksos saat menghadapi klien yang ingin
bunuh diri, menurut Pak Fauzan kita sebagai peksos harus mengarahkan klien
kembali ke Agama. Memberikan pengertian-pengertian misalnya “bunuh diri itu
dosa lho” dan sebagainya, pokoknya kita usahakan agar klien mengurungkan
niatnya. Kita sebagai peksos harus bisa menyelami apa yang klien rasakan,
sehingga kita bisa membesarkan hati klien tersebut dengan tujuan agar klien
mengurungkan niatnya untuk bunuh diri, begitu tutur Pak Fauzan.
C.
Implementasi Teori
Etika (Deontology-Teleology)
Teori etika deontology adalah kebenaran
itu dilihat dari kewajibannya, sedangkan teori etika teleology merupakan ukuran
kebenaran dilihat dari tujuan dan akibatnya. Menurut Pak Fauzan, antara teori etika teleologi dan deontologi dalam
praktiknya pengunaan teori itu sifatnya situasional. Ada klien
yang harus ditangani secara deontology dan ada yang harus ditangani dengan
teleology. Semua itu tergantung faktor penyebabnya/kasusnya.
Kita sebagai peksos harus memperhatikan
kasusnya itu seperti apa dulu kemudian menganalisis tindakan apa yang sebaiknya
dilakukan. Pak Fauzan dalam menerapakan teori etika tersebut lebih
memperhatikan kasusnya serta efeknya seperti apa. Tetapi secara keseluruhan
teori etika tersebut bersifat situasional.
D.
Dilema Etik
Dilema etik itu pasti ada. Dalam melakukan pekerjaan
sosial pasti kita akan dihadapkan oleh dilema etik. Terkadang kita memikirkan
benar apa tidak, sudah tepat atau belum tindakan yang kita lakukan kepada
klien. Apabila kita akan melakukan
sesuatu, maka harus dipikirkan dulu apa yang akan terjadi, jadi kita sebaiknya
bisa memprediksi apa hasil yang akan didapat setelah melakukan suatu tindakan.
Hal tersebut dimaksudkan agar dilema etik bisa dihindari.
E.
Malpraktik
Menurut Pak Fuazan, ia tidak pernah melakukan
malpraktik. Semua peksos kalau ditanya apakah pernah melakukan malpraktik,
pasti jawabannya tidak pernah. Hal tersebut dikarenakan peksos menganggap apa
yang ia lakukan sudah benar. Dalam kode etik peksos, seorang peksos dilarang
untuk membuka aib/permasalahan klien kepada siapa pun. Dalam hal ini, terkadang
kita tidak kuasa untuk memendam masalah klien yang ia hadapi.
Pak
Fauzan mengakui bahwa ia pernah menceritakan masalah kliennya terhadap teman
sesama pekerja sosial, tetapi identitas klien ia rahasiakan kemudian kasusnya
digambarkan secara umum. Hal tersebut merupakan tantangan seorang pekerja
sosial. Apabila ada pekerja sosial yang melanggar kode etik, maka biasanya
pemberi sangsi itu adalah lembaga, tapi supervisor juga bisa memberikan
peneguran pada peksos yang melakukan malpraktik tersebut.
F.
Pendapat Pekerja Sosial Tentang Isu HAM
Selama ini Pak Fauzan belum
pernah menangani klien yang memiliki prinsip bahwa permasalahannya adalah
miliknya sendiri karena itu adalah hak asainya. Adapun kalau kita mendapat
klien yang seperti itu maka, kita harus membangun kepercayaan dahulu kepada
klien. Selama HAM itu tidak merugikan orang lain maka hal tersebut kita biarkan
namun apabila hak tersebut merugikan/memberikan dampak buruk bagi orang lain
maka kita sebagai peksos harus berusaha untuk menyadarkan bahwa pemikiran klien
itu keliru.akan peksos menganggap apa
yang ia lakukan sudah benar. Dalam kode etik peksos, seorang peksos dilarang
untuk membuka aib/permasalahan klien kepada siapa pun. Dalam hal ini, terkadang
kita tidak kuasa untuk memendam masalah klien yang ia hadapi.
Pak
Fauzan mengakui bahwa ia pernah menceritakan masalah kliennya terhadap teman
sesama pekerja sosial, tetapi identitas klien ia rahasiakan kemudian kasusnya
digambarkan secara umum. Hal tersebut merupakan tantangan seorang pekerja
sosial. Apabila ada pekerja sosial yang melanggar kode etik, maka biasanya
pemberi sangsi itu adalah lembaga, tapi supervisor juga bisa memberikan
peneguran pada peksos yang melakukan malpraktik tersebut.
0 Response to "Wawancara Pekerja Sosial"
Post a Comment