Sarah
merasa dilema, ia harus memperkarakan kasusnya ke polisi atau tidak, kemudian
Sarah menggunakan bantuan seorang peksos untuk membantu menyelesaikan
masalahnya. Pertama situasi Sarah ini ambigu, satu sisi ia menolak, namun
disisi yang lain dia mau berhubungan seks. Kedua, masalah tersebut merupakan kategori
hubungan seks dengan paksaan, sebab ada salah satu pihak yang merasa tidak mau
atau dikorbankan saat berhubungan seks, maka itu termasuk perkosaan. Langkah
yang harus diberikan pertama jelas harus menanyakan ke Sarah, apakah Sarah
merasa dirugikan secara fisik atau psikis.
Apabila Sarah memang merasa
dirugikan dan berpotensi menjadi tekanan bagi dirinya, maka Sarah berhak
melaporkan anak pemilik rumah ke kepolisian. Namun apabila pasca kejadian
tersebut Sarah hanya kecewa dan tak merasa dirugikan secara fisik dan psikis
maka langkah yang bisa diberikan kepada Sarah adalah cukup menjauhkan atau
pindah dari tempat kerjanya yang sekarang. Semuanya terserah klien dalam hal
ini terserah Sarah mau memperkarakan masalah tersebut kepada polisi atau tidak.
Kita sebagai seorang pekerja sosial
memiliki tugas memberi masukan atau saran kepada klien (Sarah). Kemudian langkah
selanjutnya terserah klien, semua keputusan diserahkan kepada klien. Kalau
menurut saya, lebih baik masalah tersebut tidak diperkarakan ke kepolisian. Bukankah
kekuatan seseorang ketika berada dalam posisi mabuk itu tidak stabil, bisa saja
Sarah lari saat itu untuk menghindari anak pemilik rumah tapi kenapa Sarah
tidak lari saja?, banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut.
Menurut saya ini bukanlah kasus pemerkosaan,
melihat telah dituliskan bahwa “Sarah merasa telah menyetujui hubungan seks
tersebut, dan juga sadar akan rasa kesepiannya serta tanggungjawab kepada
anak-anaknya. Dia tidak ingin membuat
anak muda itu ada dalam kesulitan, atau mengecewakan orang tuanya yang mungkin
akan menyulitkannya untuk mendapatkan pekerjaan di area tersebut.” disini
menguatkan asumsi saya bahwa masalah itu bukanlah kasus pemerkosaan karena pada
saat itu Sarah secara sadar menyetujui hubugan seks tersebut. Disisi lain anak
dari pemilik rumah berada dalam keadaan tidak sadar, segala yang ia lakukan
berada diluar kendalinya. Jadi ini bukanlah merupakan kasus pemerkosaan,
mengingat pemerkosaan adalah dimana ada seseorang yang dengan sengaja memaksa
seorang manusia atau lebih untuk
melakukan hubungan seksual dengan kekerarsan atau ancaman kekerasan, dan
itu tidak di temukan dalam kasus Sarah ini.
Skenario
Intervensi:
1.
Membangun
hubungan dengan klien, kita harus bisa “akrab” dengan klien agar klien mau
terbuka dengan peksos.
2.
Menggali
persepsi klien mengenai masalah, serta mendalami bagaimana peran keluarga
mengenai masalah tersebut.
3.
Kita beri klien
beberapa pertanyaan yang terkait dengan masalah yang ada. Kita harus mempunyai
keterampilan mendengarkan yang baik dan juga harus mempunyai empati yang
tinggi.
4.
Selanjutnya yang
perlu dilakukan adalah meminta bantuan seorang psikolog untuk membantu
menangani kejiwaan dari klien, siapa tau kejadian tersebut menimbulkan trauma
yang mendalam terhadap diri klien.
5.
Memberikan
anjuran dan alternatif, misalnya: memberikan rujukan ke lembaga yang tepat
lembaga perlindungan perempuan.
6.
Mencegah klien
agar tidak depresi, kita harus bisa mendalami masalah klien kemudian memotivasi
klien agar tetap semangat.
7.
Meminta
pertanggungjawaban anak pemilik rumah, seperti ganti rugi materi, kompensasi
hingga menikah kalau keduanya berkenan.
8.
Jika misal ada salah
satu pihak yang tidak berkenan menikah, maka biarkan kasus tersebut cukup
diketahui pihak kepolisian, pengacara, dan pengadilan secara tertutup, hal itu
untuk menjaga nama baik Sarah, akademiknya, dan anak-anaknya.
9.
Menggali potensi
apa saja yang dimiliki oleh klien dengan melakukan beberapa pendekatan dengan
metode wawancara misalnya.
10.
Meminta/menyarankan
Sarah untuk pindah tempat kerja. Mencoba membantu klien mencarikan pekerjaan,
setidaknya menghubungkan klien dengan tempat kerja yang membutuhkan tenaga
kerja. Ini merupakan alternatif apabila klien dipecat dari pekerjaannya.
0 Response to "Teori Kesejahteraan Sosial: Kasus Sarah"
Post a Comment